30 Januari 2011

[cerpen] Hama

Ini adalah sebuah cerita yang terjadi di sebuah kota besar yang terletak di pinggir pantai di luar pulau jawa. Sebuah kota dimana anak muda menjadi semakin banyak karena program KB tidak berhasil dijalankan di kota ini, anak-anak kecil yang setiap hari dididik dengan baik itu kini sudah tumbuh dan menjadi pemuda pemudi yang penuh gairah dan semangat, sebagian menyalurkan gairah dan semangatnya itu dengan menjadi perantau di pulau jawa atau ke negeri seberang, dan tidak pernah kembali karena sudah merasa sangat nyaman, atau mungkin tidak memiliki uang untuk pulang kampung, sebagian lain menyalurkan gairah dan semangatnya untuk menjadi pemberontak.
Nama saya adalah Ganizan Radilo, saya memiliki hobi berenang, saya bisa berenang hingga ratusan meter tanpa henti, karena itu teman-teman menjuluki saya saya “Belut”, iya, saya pernah punya teman, banyak teman, begitu dekatnya kami sampai saya menganggap mereka adalah saudara saya di kehidupan sebelumnya. Kami membentuk sebuah komunitas, dengan ketertarikan yang sama akan jenis musik, dan kesamaan lainnya, dan sebagian dari kami adalah alumni dari sekolah yang sama, kami memutuskan untuk meresmikan komunitas kami dalam wujud sebuah organisasi dengan cara kami sendiri, kami menamainya, The Traveller, karena kami senang menyusuri jalanan terutama tempat-tempat baru yang belum pernah kami kunjungi dengan berkonvoi menggunakan sepeda motor. Sebenarnya kami hanya ingin berkumpul, bersatu, merasakan indahnya berbagi, dan kami ingin didengar, dianggap ada, dalam umur kami yang belum mencapai kepala dua, jiwa yang masih labil dan tidak banyak contoh yang bisa kami ambil untuk menjalani hidup, hanya teman-teman dan perkumpulan inilah yang membuat kami merasa lebih nyaman dan utuh sebagai remaja. Untuk semakin mempererat persaudaraan kami, dan sebagai identitas diri, kami memasang tato pada leher bagian kanan dengan simbol yang menurut kami mencerminkan filsafat berdirinya organisasi kami ini, yaitu gambar roda dengan nyala api. Anggota kami tidak terlalu banyak, hanya 27 orang, semuanya adalah remaja pria, ada yang berhasil menamatkan sekolahnya ada yang putus di tengah jalan, yang pasti kami selalu merasa terlalu keren untuk pergi ke sekolah, bagi kami sekolah hanya untuk anak-anak rumahan yang memimpikan masa depan indah seperti di sinetron, yang ingin menyenangkan orang tuanya, berbeda dengan idologi kami, bagi kami, masa depan masih jauh, apa yang ada sekarang harus kita hadapi sekarang, masa depan belum tentu ada untuk kami, dan untuk menyenangkan orang tua.. untuk apa? Sejak kapan orang tua kami pernah menyenangkan kami, sejak kapan mereka pernah mengerti kami, jika mereka tidak pernah memberi kami kesenangan, kenapa kami harus menyenangkan mereka? begitulah yang ada di pikiran kami saat itu, kami hanya ingin bersenang-senang, dengan cara kami sendiri. Walaupun orang menyebut kami nakal, dan tidak bisa diatur, namun satu prinsip bagi kami, kami tidak pernah melakukan kejahatan, sekecil apapun, jika kami butuh uang, kami akan meminta pada orang tua, atau bekerja, mengemis, mengamen, memperbaiki motor orang, apapun kami lakukan untuk mendapatkan uang, tanpa melakukan tindak kejahatan yang merugikan orang lain.
Selain kami, ada sebuah genk lagi yang juga terdiri dari sedikit pria muda, seumuran dengan kami, mereka menamai genk itu dengan nama “Evilution”, mungkin namanya terdengar seram, namun sifat mereka sama sekali tidak seseram namanya, saya kenal beberapa, karena sebagian dari mereka adalah teman SMP saya. Mereka sering melakukan kegiatan yang tidak jauh berbeda dengan yang kami lakukan di The Traveller, mengelilingi kota, mengunjungi tempat-tempat wisata, dan selalu memberikan tanda di tempat yang pernah kami kunjungi. Kami hidup damai dengan mereka, berdampingan, dan tidak pernah mempunyai masalah, bahkan ketika bertemu saya sering bersalaman dengan salah seorang dari mereka, sehingga saya dapat melihat dengan jelas tato mereka, digambar di punggung tangan, di bawah antara jempol dan telunjuk, tato bergambar segitiga dengan mata di tengahnya, mirip simbol “seeing all eyes” yang digunakan organisasi Illuminati, mungkin ini sesuai dengan SMK mereka, SMK Sungai Tiga, yang terletak di kelurahan Sungai Tiga, atau mungkin juga mereka terlalu bodoh dan hanya bisa memplagiat simbol illuminati, saya tidak tahu.
Kedua genk ini adalah potret bahwa tidak semua anak muda di kota kami ini memiliki ketertarikan untuk menjadi orang sukses dengan merantau keluar kota, kami adalah sismbol pemberontakan dari tuntutan orang tua yang selalu menuntut kami untuk menjalani kuliah di kota kami, padahal musuh besar kami adalah buku dan papan tulis. Genk-genk sejenis ini sudah berdiri sejak kami masih dalam satu sekolah, dan kami tidak ingin berpisah, dengan memutuskan untuk bekerja atau kuliah, artinya sebuah konsekuensi besar harus kami bayar, yaitu berpisah dengan saudara-saudara kami ini, kami belum siap untuk itu, mungkin suatu saat nanti, tapi bukan saat itu, saat itu kami masih labil, masih belum sadar akan pentingnya kehidupan, kami hanya ingin berkumpul dan bersenang-senang. Dan sekarang, saya cukup stabil untuk menceritakan kisah yang sangat menyedihkan dan mencoreng nama baik kota kami.
Suatu hari, tiga tahun yang lalu, salah seorang anggota genk saya, The Traveller, bernama Oger, memperkenalkan cewek barunya, ya, kami bukannya sekumpulan pria tanpa nafsu terhadap wanita, kami juga memacari wanita-wanita yang menurut kami cantik, walaupun seringnya tidak bertahan lama.
“Malika”, cewek cantik itu menyebutkan namanya.
Kemudian kami semua yang ada di ruangan itu bersalaman dan menyebutkan nama kami juga. Dia adalah mahasiswi yang sedang melakukan penelitian di kota kami selama lima bulan, kecantikannya benar-benar paripurna, di atas standar cewek-cewek di kota kami, rambutnya seperti bintang iklan shampo, kulitnya seperti bintang iklan pelembab wajah, wajahnya seperti finalis putri Indonesia, giginya rapi dan tubuhnya seperti boneka manequin yang tinggi dan ramping walaupun usianya diatas rata-rata usia kami, baju apapun yang dia pakai semakin menambah kecantikannya, sangat tidak serasi jika dia harus berpacaran dengan Oger. Begitu sayangnya Oger pada pacarnya sampai kami merasa dia begitu dimanfaatkan oleh wanita dari Jakarta ini.
Suatu hari saat saya sedang mengantarkan keluarga dari luar kota untuk mengunjungi sebuah tempat wisata, secara tidak sengaja saya mendapati Malika di situ sedang bersama seorang pria, sangat mesra, dan pria itu bukan Oger, karena saya sangat mengenal wajah Oger dengan baik, walaupun saya belum pernah merasakan punya pacar, saya tahu inilah yang disebut dengan istilah “selingkuh’, dan jika Oger mengetahui hal ini, dia akan sangat sakit hati, maka saya memutuskan untuk tidak memberitahukan apa yang saya dapati itu pada Oger, lagi pula hubungan mereka tetap akan putus saat Malika kembali ke Jakarta, sampai akhirnya Dani, selingkuhan Malika dengan bodohnya dan dengan bangganya mengunggah foto liburan berdua mereka ke Facebook, dan semua orang dapat melihat foto itu, termasuk adik perempuan Oger yang kebetulan adalah teman Dani di facebook, dan tanpa keraguan lagi, Oger pun tahu akan perselingkuhan itu, seharusnya hal ini merupakan konflik pribadi antara mereka, namun perseteruan antara Oger dan Dani yang memperebutkan Malika tidak akan menjadi permasalahan banyak orang, andai saja Dani bukanlah pimpinan dari genk “Evilution”. Dari sini, perseteruan antara kami menjadi semakin sengit, walaupun sebenarnya ini hanya salah satu sebab yang masih bisa diselesaikan, masih banyak sebab kami bermusuhan, selain masalah kecurangan bisnis, memperebutkan lahan parkir, dan sebab lain yang bahkan saya tidak tahu siapa yang memulai, perebutan Malika hanyalah sebuag trigger kecil, yang pasti kami menjadi dua organisasi berisi pria-pria muda yang penuh emosi dan gairah, berhadapan dalam kemarahan, selama berbulan bulan kami berseteru, dari permasalahan dua orang memperebutkan cinta, menjadi peperangan tak berujung teman-temannya yang ingin menunjukkan solidaritas dan ingin menjadi pahlawan bagi teman-temannya, ingin menunjukkan pada lawan siapa yang lebih kuat.
Pernah pada suatu malam, salah seorang anggota kami,Farlan, diserang oleh anggota genk “Evilution”, saya tidak tahu pasti apa permasalahannya, terkadang kelompok itu melakukan penyerangan hanya untuk bersenang-senang dan menunjukkan kalau kelompoknya lebih kuat dari kelompok kami, Farlan dikejar dan dia hanya sendiri, untuk melarikan diri dia masuk dan bersembunyi ke dalam sebuah toko kelontong, namun sial anggota kelompok “Evilution” melihat dia masuk ke toko kelontong itu, namun karena mereka tidak dapat menemukannya, mereka menghancurkan seluruh isi toko kelontong dan mencari sampai ke dalam gudang, ternyata Farlan berhasil kabur melalui pintu belakang toko, semua etalase barang dagangan toko kelontong telah dengan sukses diobrak abrik oleh genk “Evilution”, dan setelah melakukan tindakan impulsif itu, mereka kabur begitu saja dan meninggalkan toko kelontong dalam keadaan hancur dan beberapa kaca pecah, mereka marah pada pegawai toko kelontong karena dipikir menyembunyikan Farlan.
Tidak terima anggota kami diperlakukan seperti itu dan sempat dilukai, kami melakukan pembalasan dendam, tapi kami tidak ingin melakukan kejahatan yang dapat merugikan orang lain, maka kami merencakana untuk mencuri sepeda motor anggota “evilution” dan membakarnya, idenya begini, kami mengidentifikasi para anggota “evilution” terutama dari tato yang mereka gunakan, kemudian kami mengidentifikasi kendaraan yang mereka gunakan, dan kendaraan itu akan kami curi menggunakan kunci letter T. Rencana yang indah itupun akhirnya kami laksanakan dengan sangat hati-hati, saat target lengah dan memparkir kendaraannya sembarangan, kami dengan mudah mengambil motor mereka, kami mengumpulkannya pada suatu lokasi, lalu kami bakar motor-motor itu, dan kami foto, kami sisakan plat nomernya untuk kami foto juga, setelah dicetak dan dikirim sebagai surat kaleng, kami yakin mereka akan sangat kecewa dan kami sangat puas dapat menunjukkan bahwa kami lebih kuat. Namun sebuah masalah besar timbul, ternyata beberapa motor yang kami ambil adalah milik warga yang tidak bersalah, namun kami tidak mau ambil pusing, kami tidak mau memikirkan kesalahan itu, kami hanya tau cara bagaimana membuat hati kami senang. Dan masih banyak tindakan kejahatan yang dilakukan baik oleh pihak kami, maupun oleh musuh.
Warga mulai resah, karena kegiatan kami yang semula positif berubah menjadi vandalisme, pengrusakan, penganiayaan, tidak jarang kami menganiaya orang yang bukan anggota musuh kami, bahkan percobaan pembunuhan pernah kami lakukan, semakin warga merasa resah dan takut pada kami, kami semakin berani melakukan kejahatan, semua kami lakukan agar kelompok musuh kami tahu bahwa kami kuat, kami saling membalas tindakan kejahatan, dan semakin sering menjadi berita di koran setempat. Beberapa dari kami pernah tertangkap, namun kami dengan mudahnya dilepaskan kembali setelah menandatangani suatu surat yang bahkan kami tidak sempat membacanya.
Pihak kepolisian semakin kewalahan, karena seiring bertambahnya waktu, anggota kami semakin banyak, kejahatan yang kami lakukan juga semakin sering dan semakin meresahkan warga, kami jadi seperti penjahat kambuhan yang tidak kenal lelah, kami ingin berhenti, tapi itu hanya setelah musuh kami berhenti lebih dahulu dan meminta damai.
Beberapa kali kepolisian bekerja sama dengan organisasi massa atau pemerintah daerah untuk berusaha mendamaikan kami, berusaha untuk meredam aksi-aksi kejahatan yang kami lakukan, diantara saya dan teman-teman sudah sepakat untuk menghentikan permusuhan dan menahan diri untuk tidak melakukan kejahatan lagi, namun beberapa kali anggota kami yang lain, terutama yang masih baru dan mereka bahkan tidak tahu duduk permasalahannya justru yang membuat ulah dan masih ingin menunjukkan kekuatan mereka.
Hingga pada suatu periode dimana kami benar-benar sudah lelah dan bosan dengan perseteruan dan tindak kejahatan, ada seseorang yang melakukan pencurian dan perampokan, dan mereka menggunakan tato yang mirip dengan tato yang kelompok kami gunakan ada juga penjahat yang menggunakan tato mirip segitiga dengan mata di tengah yang melakukan kejahatan, mereka melakukan itu secara terorganisir dan frekuentif, sehingga warga kembali dibuat resah, polisi kembali mendapat pekerjaan.
“kalian sudah berjanji untuk tidak kembali ke jalan!!!”, bentak seorang pimpinan polisi saat masuk dengan mendobrak pintu markas kami, tanpa permisi.
Mereka tidak mau mendengarkan penjelasan kami, kami hanya ditangkapi dan disekap. Mereka sekali lagi memberi peringatan kepada kami.
“saya tidak mau lagi ada laporan kejahatan kalian!!!”, ucap polisi itu di kantor polisi.
Begitu kecewanya kami saat itu, kami yang tidak melakukan apapun harus menanggung kejahatan yang dilakukan oleh orang lain.
Hingga datanglah malam yang mengerikan itu…………..
Sebuah strategi lain dijalankan oleh pihak kepolisian, kami semua dikumpulkan dalam suatu tempat, begitu banyak makanan dan minuman disuguhkan kepada kami. Mereka mencoba melakukan pendekatan persuasif agar kami tidak melakukan kejahatan, walaupun sebenarnya kami sudah tidak lagi melakukan kejahatan apapun, namun undangan makan malam terdengar begitu menggoda untuk kami yang memang sangat menyukai makan. Semua anggota the traveller diundang, pimpinan kami diminta untuk mendata semua anggota dan semua harus datang pada acara jamuan makan malam yang diadakan pihak kepolisian itu, anggota kami sudah mulai berkurang, sebagian memilih untuk mendengarkan kata orang tuanya, dan sebagian merasa sudah bosan.
Di malam yang sama, semua anggota genk Evilution yang memang sudah semakin sedikit juga di undang untuk menghadiri jamuan makan malam, namun mungkin untuk menghindari terjadinya kekacauan karena perseteruan antara kedua genk, polisi tidak mengumpulkan kami ke dalam suatu lokasi.
Dua buah kapal berukuran sedang disiapkan polisi di dermaga, sesuai dengan berita yang kami terima sebelumnya, bahwa mereka akan membawa kami ke sebuah pulau dimana kami akan diajak untuk berdamai lagi, bagi kami pertemuan itu tidak begitu penting, kami hanya ingin menikmati kebersamaan dan berpetualan mengendarai kapal gratisan.
Beberapa dari kami nampak begitu excited, bahkan sempat saya lihat seorang anggota kami nampak pucat, sepertinya sedang mengalami kondisi badan yang tidak sehat, namun dia memaksakan diri untuk bergabung dalam pertemuan itu.
Semua peserta di haruskan memasuki kapal itu sesuai urutan, termasuk saya,setelah berada di dalam kapal, saya menyempatkan diri berkeliling kapal, suatu kejanggalan saya rasakan setelah beberapa lama mengamati sekeliling kapal.
Keanehan pertama adalah sekoci yang tidak dapat saya temukan, padahal benda itu penting, harus berjumlah banyak untuk melakukan evakuasi saat terjadi kecelakaan, dan harus ditepatkan di pinggir kapal agar memudahkan evakuasi, saya berpikir mungkin mereka menyimpannya di dalam, kalau benar begitu, mereka benar-benar bodoh. Keanehan yang kedua, para kru yang disewa anggota polisi itu semuanya menggunakan rompi pelampung, dan tidak satupun dari kami yang diberi rompi serupa, saya sempat berpikir mungkin mereka menyimpannya untuk dibagikan nanti pada kami. Keanehan ketiga adalah saat saya baru menyadari bahwa tidak satupun anggota polisi yang bergabung dalam kapal ini. Rasa penasaran saya semakin dalam, semakin banyak yang ingin saya ketahui, sampai akhirnya saya diam-diam masuk ke ruang para awak. Dalam ruang itu saya mendapati informasi yang sangat mengerikan. Ternyata mereka sudah melubangi kapal ini, dan hanya cukup beberapa langkah saja untuk menenggelamkan kapal ini, sepertinya mereka akan melakukannya saat kapal sudah berjalan ditengah lautan sebelum sampai di pulau yang akan kami tuju. Saya rasa mereka juga melakukan hal yang sama pada kapal satu lagi yang ditumpangi genk Evilution. Ya Tuhan, apa yang sedang mereka rencanakan….?
Saat saya menyadari semua keanehan itu, jangkar ternyata sudah diangkat dan kapal sudah berlayar. Saya yakin di dalam kapal teman-teman saya sedang berpesta dengan minuman dan makanan yang disediakan panitia, beberapa memainkan gitarnya dan bernyanyi nyayi. Namun sayang saya tidak dapat melihat langsung keadaan yang sebenarnya terjadi di ruang penumpang, saya masih berada di dalam ruangan para awak, ternyata benar, mereka menyimpan sekoci hanya untuk evakuasi para awak.
Berada di ruang para awak ternyata membuat posisi saya tidak aman, mereka mengenali saya dan mengejar untuk menangkap saya, sampai akhirnya saya terpojok, dan terjatuh ke dalam air, saat itu kapal belum jauh meninggalkan daratan, sehingga masih memungkinkan untuk berenang dan kembali ke daratan, walaupun sesampainya di darat saya ditemukan warga dalam keadaan pingsan.
Hari itu juga, dimana saya tersadar dari pingsan semalam, berita mengejutkan tersebar, yang sebenarnya tidak begitu mengejutkan buat saya, sebuah berita yang menyebutkan bahwa dua kapal penuh berisi penumpang yang diduga anak-anak muda anggota dua genk paling berbahaya di kota tenggelam di lautan saat akan menuju sebuah pulau wisata semalam. Tangis saya langsung pecah, hanya dalam semalam, saya kehilangan hidup saya, kehilangan orang-orang yang paling saya sayangi dalam hidup, dan lebih sedih lagi saat menyadari bahwa saya tidak dapat menolong mereka, karena sebenarnya saya masih memiliki kesempatan untuk mengajak mereka semua berennag ke darat sebelum kapal jauh berlayar, saya hanya terlalu egois dan takut, saya hanya ingin menyelamatkan diri saya sendiri.
Sedih mengingat peristiwa mengerikan itu, dapat dibayangkan betapa ratusan manusia harus tenggelam di laut yang airnya begitu dingin hingga menusuk tulang, menyebabkan hipothermia akut, air laut yang asin memenuhi paru-paru mereka hingga tidak menyisakan ruang bagi oksigen, tidak dapat bernafas, semua aliran darah berhenti, dan akhirnya mati dalam kesakitan dan penderitaan.
Kenapa para penegak keadilan itu bisa mengambil langkah begitu instan untuk menyingkirkan kami anak-anak nakal yang sebenarnya dengan sedikit lagi pendekatan manusiawi, kami bisa saja berubah, kenapa mereka bisa begitu tega membasmi kami seperti hama dengan cara ini, tidak kenal ampun.
Ternyata selain karena mereka sudah lelah dan putus asa, juga ada motif ekonomi di baliknya, pihak asuransi bersedia memberikan premi ratusan juta atas kerusakan kapal dan tidak akan melakukan insvestigasi atas kerusakan kapal itu, semua warga yang mengetahui peristiwa itu, termasuk saya yang ingin bersaksi, selalu dihalang-halangi, warga dilarang mempertanyakan mengenai kecelakaan itu, semua media dibungkam, ancamannya adalah nyawa bagi siapapun yang berani memberitakan kecelakaan itu.
Kami bukan hama, kami manusia yang salah dalam mencari jati diri, tapi kami bukan hama.
Di otak atau di hati bagian mana mereka menyimpan definisi hak asasi manusia?

[cerpen] Kisah Trini

Jakarta Selatan, 21 Februari 2011,10.45
Pintu besar dengan ukiran floral itupun akhirnya terbuka oleh dua orang pria tinggi berseragam cokelat dengan sepatu laras, puluhan orang dengan mikrofon dan kamera yang telah lama menunggu pasti ingin berterima kasih atas tindakan kedua petugas itu karena telah mengakhiri penantian mereka, tentu saja, siapa orang didunia ini yang suka menunggu, namun tepatnya bukan terbukanya pintu itu yang mereka tunggu, yang mulia hakim ketua Maurin Harwanta MH, itulah yang mereka tunggu untuk keluar dari gedung pengadilan itu.
Para pencari berita dan keluarga korban sudah menyangka bahwa ibu hakim ketua tidak mungkin lewat pintu depan, dan mereka sangat sebal saat menyadari bahwa persangkaan mereka adalah benar, kekesalan mereka terledakkan dalam kata-kata kotor, cacian, lemparan,vandalisme, asap dimana-mana, suara peluru menggelegar puluhan orang berteriak teriak, mengangis, memukul mukul aset negara yang dibeli dengan uang pajak, salah satu sebabnya karena ibu Maurin ternyata lewat pintu lain, seperti yang dilakukan hakim hakim lain yang baru saja membuat keputusan kontroversial di pengadilan.
Di hari yang sama di wilayah lain di pulau jawa, jauh dari hingar bingar dan kekusutan kota metropolitan, tempat dimana semua nampak hijau penuh oksigen dan damai, tidak ada keributan, sangat sedikit asap kendaraan, dan kejujuran masih menjadi dominasi sifat penduduknya.
“Ndak papa, bu”, Ucap Trini pada ibunya, menenangkan
Trini sedang berpamitan pada keluarganya untuk pergi merantau, seorang temannya yang sudah sukses menjadi seorang buruh pabrik di kawasan cikarang berhasil meyakinkannya bahwa urbanisasi adalah solusi nyata dari masalah hidupnya dan keluarganya.
Setelah melalui semua sesi tangis dan dialog perpisahan, akhirnya Ibunda Trini melepas putri ke tiga nya dengan rela untuk mencari pekerjaan di kota dengan bekal dan tekad yang dirasa cukup.
Masih dihari yang sama di sore harinya, seperti biasa, Maurin sampai kerumah dan mendapati suaminya sudah lebih dulu sampai dirumah.
“Seharusnya tidak pernah diciptakan istilah kebebasan pers, aku benci wartawan” ucap Maurin dengan nada marah dan lelah
“Kenapa sih ma, pulang-pulang kok marah?” itu adalah tanya dari Fadel, suami ibu Maurin, seorang pengusaha konstruksi
“Ga papa pa, Cuma kesel aja, eh papa udah makan?”, Tanya Maurin.
Dan obrolan ringanpun terjadi di meja makan, sebagaimana pasangan suami istri lain saat pulang kerja.
“Mah, si Pitah tadi pagi minta pulang”, kata Fadel.
“Hah? Kok ga bilang sama aku dulu?”, maurin menjawab dengan terperanjat.
“Dia udah ga betah katanya, gaji ama pesangonnya udah aku kasih”, kata fadel
“Trus gimana nih ntar siapa yang ngerjain kerjaan rumah?”, tanya maurin panik
“Ya sementara biar mbak sum aja, si adek kan masih bisa di tinggal ga harus dijagain terus”, kata Fadel menenangkan
“Tapi kan kasian juga pah, kerjaan baby sitter kan juga capek”, kata Maurin
“Iyaa..papa tau, nanti kita cari pembantu lagi”, kata Fadel
………………..
Bekasi, 22 Februari 2011, pukul 13.28
Terdengar ringtone monophonic dari sebuah handphone yang hanya pemegang handphone itu saja yang dapat mendengarnya akibat bisingnya suara yang memenuhi suasana stasiun bekasi.
“Halo, Lis, dimana kamu?”, kalimat yang diucapkan Trini pada orang diseberang telpon genggam itu.
“Halo tri, aku di mushola, kamu kesini aja”, jawab sulis, teman trini yang sangat dia percaya
“Iya iya, aku kesitu sekarang ya, aku tanya dulu ama pak petugas dimana musholanya, tunggu ya”, jawab Trini
Beberapa saat kemudian..
“Suliiiiiis!!!!”, Teriak Trini
“Triniiiiiiiii!!!, ya ampun, kamu tambah gemuk”, kata Sulis
“Ah masa sih, aku nih padahal puasa terus lho!”, kata Trini
“Ah,tambah gendut kok”, kata sulis
“Dibilangin aku ini tambah kurus tauuu, jangan ngeyel deh, jangan sampe persahabatan kita hancur karena debat masalah berat badanku ya,hahhaa”, Trini bercanda
“Iya iya..kamu langsing kok, jalan yok”, ajak Sulis
“Ayok”, kata Trini
Mereka pun pergi meninggalkan stasiun,
“Perasaan kamu deh yang tambah gendut”, ucap Trini sambil jalan
“Hadeeuuuuh, udah deeeh”, jawab Sulis capek
………………….
Jakarta barat, 21 Februari 2011, 15.00
“Bulan depan, akan diadakan pendaftaran lelang atas pembangunan jalan toll lintas jateng jatim yang menghubungkan semarang dengan surabaya, persiapan dengan mengerahkan semaksimal mungkin sumberdaya yang dimiliki oleh entitas ini saya harap segera dilaksanakan…okeeee, sekian dulu rapat kita kali ini, silakan lanjutkan pekerjaan kalian” demikian pidato penutup dari Fadel di rapat kecil di ruangannya di gedung tempat kantornya beroperasi.
“Pak, ada tamu namanya Lidya, orangnya cantik, katanya teman kuliah bapak”, kata Minul, sekretaris Fadel
Berfikir sejenak, “oke, bawa dia masuk”, jawab fadel
“Baik pak”, jawab Minul.
Tanpa menunggu lama, Lidya pun masuk ke ruangan CEO PT. Constrium itu, sebagai gambaran, Lidya memiliki tampilan sophisticated, simpel, namun elegan, stilleto jimmi cho membalut kaki putihnya, scraf prada melilit di lehernya menutupi blazer mini coco channel, semua nampak pas di tubuhnya.
“Apa kabar,beib?”, Lidya menyapa dengan gaya sensualnya
“Mau apa lagi lo?”, jawab Fadel dengan gaya pertahanan
“Kamu ga berubah ya, selalu to the point…”, kata Lidya
“Cepat Bilang mau apa lo, gue ada meeting bentar lagi”, kata Fadel Kesal
“Oke oke, kalo kamu ga punya banyak waktu buat aku lagi, aku bisa aja sebar rahasia kita”, kata Lidya
“Denger ya Lidya Pratita, gue udah capek ama anceman lo,gue bisa aja bunuh lo sebelum lo sempet cium aroma parfum St. Yves Laurent keluaran terbaru”, kata Fadel
“Ow, look who’s talking, kayaknya bukan aku ya disini yang mengancam, …..Fadel, denger ya, kamu sedang tidak di posisi yang tepat untuk mengancam, mungkin bisa saja kamu mengancam, tapi bukan aku yang bisa kamu ancam”, kata Lidya
“Jadi mau lo apa? cepet ngomong, gw bisa aja kalap!! dan gw harap lo ga lupa kalo kita lagi di lantai 38 sekarang, dan ga susah buat gw ngangkat cewek anoreksia kayak lo, kecuali emang lo mau mati karena jatoh dari strata title”, Kata Fadel
“Jangan ikut tender ini, itu mau aku”, kata Lidya
“Lupakan”, kata Fadel
“Aku serius, Fad”, kata Lidya
“Ato apa?”, tanya Fadel
“Atau akibatnya akan sangat buruk sekali”, jawab Lidya
“Gue pikir kita dulu udah sepakat, lo udah dapet apartemen yang lo mau, mobil, uang, semua udah selesai, lo keep rahasia kita, lo dapet yang lo mau, gw hidup tenang ama keluarga gue, udah that’s it, that’s the contract”, ungkap Fadel
“Bener, but I lie, orang bisa aja ingkar, Fadelku sayang, jangan plos-polos banget lah jadi orang…..sekarang aku mau satu hal lagi yang aku mau kamu lakukan buat aku, hentikan niat kamu buat ikut tender ini, ato rahasia ini, aku bongkar, inget, semua kecurangan dan kelicikan kamu, bahkan aborsi anak kita…. aku kartu As mu”, kata Lidya
“Keluar lo….”, perintah Fadel pada Lidya sambil menunjuk pintu tanpa melihat ke arah Lidya, dia sudah muak dengan muka canti itu.
“Oke, aku tau kamu ga punya banyak waktu buat bicara sama aku sekarang, aku juga ga punya banyak waktu buat menyimpan semua sendiri”, kata Lidya sambil meninggalkan Fadel
………….
Bekasi, 25 Februari 2011, pukul 08.00
“Suliiiiiiiis….aku diterimaaaaaaaaaaaa”, teriak Trini pada sulis gembira
“Selamat yaaa, inget nazar kamu yaa, kamu mau masak buat temen sekosan kalo diterima”, kata Sulis
“Iya tenang aja nanti gaji pertamaku pake buat masakin anak-anak kosan deh, tapii, aku masih boleh kan numpang dikosan sini lis?”, kata Trini
“Kecuali kamu bisa ngasih alasan kenapa kamu ga boleh numpang disini ya boleh aja trin, kamu kan udah aku anggap kayak ari-ari ku yang dikubur dulu, kita tak terpisahkan, hahaha”kata Sulis
“Yee, enak aja, tapi makasih banyak yaa, eh aku hari senin mulai masuk kerja, aku di bagian pengemasan”, kata Trini
“Wah, sama donk sama aku, nanti kita berangkatnya bareng aja, baik banget ya pabrik ini, baru nglamar 3 hari yang lalu, langsung diterima”, Kata sulis
“Iya, sepertinya manajer HRD nya terpesona akan kecantikanku, hahahaha”, kata Trini
“dasar kamu ndak berubah, ya udah biar tambah cantik dan mempesona pegawai lain di pabrik, kita sekarang beli lipstik yuk”, kata Sulis
“Umm…”, Trini berpikir
“Tenang aja, aku yang traktir”, kata Sulis
“Hallah, kamu ini lho, buruh aja pake nraktir-nraktir beli lipstik”, kata Trini
“Ya, yang ditraktir buruh juga ini, paling dikasih lipstik yang lima rebuan juga diem”, kata Sulis
“Iya yaa, eh bentar-bentar, ngapain kita beli lipstik, kan kerjanya pake penutup mulut juga”, kata Trini
……………
Jakarta Selatan, 28 Februari 2011, pukul 09.32
Fadel masih memikirkan kata-kata Lidya atas ancaman dari wanita itu, semua teknik perhitungan mitigasi risiko dia gunakan untuk mempertimbangkan apakah akan terus maju mengikuti tender besar penyelesaian jalan toll sepanjang pantai utara dengan konsekuensi semua rahasia pribadinya termasuk kecurangan yang dia lakukan pada masa lalu akan terbongkar, atau dia mundur dan memilih untuk berkonsentrasi pada proyek lain dan mengubur semua ancaman Lidya.
Dari sebuah sumber dia mendapat informasi bahwa saat ini Lidya bekerja di perusahaan konstruksi juga yang ternyata akan mengikuti tender ini, PT. Edifice, dengan kata lain, Lidya sekarang berada di pihak pesaing dari Fadel, dan dia menjanjikan dapat berhasil menghalangi langkah PT. Constrium sebagai pesaing utama PT. Edifice dengan imbalan yang besar tentunya.
Semua pikiran negatif melintas di kepala pria 45 tahun ini, tidak pernah terpikir olehnya bahwa di puncak karirnya di umur cemerlangnya, masa depannya harus terus terhalang oleh ulahnya di masa lalu, dan semua karena reselting celananya di masa muda yang tidak dapat dia kendalikan, perselingkuhan nampak begitu indah di kala itu, namun tidak dia sangka, wanita selingkuhan yang dia percaya dapat menjadi kerikil tajam di perjalanan kehidupannya.
“Sampai kapan dia akan terus menghalangi aku?? Apakah ini hanya awal? Apakah semua proyek besar akan terus dihalangi oleh wanita tak bermoral itu?”, pikir Fadel
Pernah terpikir untuk membunuh Lidya bila ada kesempatan, namun pasti semua akan lebih menjadi buruk.
Kita tinggalkan sejenak Fadel dengan kebimbangannya menghadapi kehancuran perusahaannya yang akan selalu mendapat ancaman.
Ratusan mil dari gedung megah sewaan tempat Fadel bekerja, Trini sedang menjalani pekerjaan barunya sebagai seorang buruh pabrik keramik. Apakah dia menikmatinya? Sepanjang ini dia masih merasakan nikmatnya bekerja, ini lebih baik daripada menjadi petani di kampungnya, itu yang ada di pikirannya, walaupun harus bekerja 12 jam sehari, upah hanya sebesar UMR tanpa ada tunjangan apapun, tidak ada cuti hamil, buruh yang sedang menstruasi tetap menjalani jam kerja yang sama dengan yang tidak menstruasi dan banyak lagi penderitaan buruh di sini, belum lagi sistem kontrak yang hanya 3 bulan, setiap 3 bulan para buruh kuatir akan nasibnya.
Sore hari dihari yang sama, para buruh dikumpulkan dan dipimpin oleh masing-masing mandor, pihak manajemen akan mengumumkan suatu pengumuman penting.
“Mulai 10 maret 2011, perusahaan akan dikelola oleh manajemen baru, untuk alasan efisiensi, perusahaan akan melakukan penghematan tenaga kerja, dalam waktu satu minggu perusahaan akan merumahkan setidaknya 12% buruh dan akan diberikan uang pesangon sesuai kebijakan, jam kerja akan ditambah menjadi 14 jam, gaji akan naik 15%, keputusan ini adalah sebuah ketetapan dan jika ada perubahan akan diberitahukan berikutnya”
Sebuah pengumuman yang langsung mengundang keriuhan pada buruh, kegelisahan pada buruh yang sebagian besar wanita itu pun mulai membesar.
“Ga bisa pak, saya ga terima”, teriak Trini pada mandor yang membacakan pengumuman singkat namun menusuk itu.
“Ini namanya sewenang wenang”, teriak seorang buruh lainnya
“Kalo ga terima sana ngomong sendiri ke bos”, jawab Mandor
Jangankan untuk membicarakan masalah kebijakan pada atasan, bahkan hampir semua buruh pabrik tidak pernah bisa bertemu dengan para eksekutif perusahaan hanya untuk sekedar mengucapkan selamat pagi.
………………
Bekasi, minggu, 6 maret 2011
Desas desus untuk melakukan aksi demonstrasi pun muncul dikalangan para buruh, namun tidak ada yang berani untuk memulai mengumpulkan para buruh, tidak bagi Trini, dia dengan percaya diri sebagai pendatang baru, berani mengumpulkan sebagian teman-temannya di hari minggu di kos-kosan sulis yang memang luas.
“Teman-teman, kita harus protes, mereka ga bisa mecat kita begitu aja, memperlakukan kita kayak di negara tak punya aturan, kita harus protes, nanti hari selasa ato rabu kita mogok kerja aja, kita demonstrasi kayak di tipi-tipi, masalah ijin nanti aku yang urus ke kantor polisi, kita ajak teman-teman yang lain, kita ga boleh diem”, teriak Trini
Dan semua orasi Trini yang panjang dan membakar semangat teman-temannya berakhir, disepakatilah hari rabu mereka akan melakukan demonstrasi.
…………..
Jakarta Barat, 7 Maret 2011, Pukul 11.05
“Halo, Lidya?”, Fadel menelpon Lidya
“Iya Fad, akhirnya kamu nelpon aku juga, aku pikir kamu sudah lupa kalo di dunia ada teknologi komunikasi”, jawab Lidya
“Jangan banyak omong kamu, aku tunggu satu jam lagi Mall Taman Anggrek, nanti aku hubungi lagi kita harus kemana, pake mobilku”, kata Fadel
Saat jam makan siang, Fadel menemui Lidya dan berdua mereka menuju tempat dimana hanya mereka berdua dan Tuhan, yang tau apa yang akan dibicarakan dalam pertemuan itu.
Sementara itu, disaat yang sama, dimana Fadel mencoba bernegosiasi dengan Lidya, Trini pun juga diajak bernegosiasi oleh manajer produksi di pabriknya, Pak Bagas.
“Trini Irawati”, kata Pak Bagas
“Iya pak, saya”, kata Tini
“Silakan duduk, …..saya kagum sama kamu”, kata Pak Bagas
“Umm…”, kata Trini
“Kamu berani, tangguh, punya jiwa pemimpin, kamu bisa jadi orang sukses kalo terus seperti itu”, kata Pak Bagas.
“Maksud bapak apa ya?”, tanya Trini
“Maksud saya, semua orang yang sukses punya jiwa seperti kamu, tangguh, berani, bisa memimpin, suatu saat kamu bisa sukses dengan sikap itu, tapi ditempat lain, tidak disini, disini saya membutuhkan orang yang mau bekerja, mau menuruti perintah, itu saja, tangguh dan berani saja tidak cukup untuk menjadi sukses, kamu juga harus penuh perhitungan, kamu tidak memperhitungkan siapa yang mau kamu lawan saat ini”, kata Pak Bagas.
“Saya masih tidak mengerti pak”, kata Trini
“Begini, kamu saya pecat”, kata Pak Bagas
“Tapi, pak!!!!”, teriak Trini sambil menangis
“Saya masih kasian sama kamu, ambil uang pesangon kamu sama Susi di lantai dua”, kata pak Bagas.
Trini menangis
“Tolong pak, saya masih mau bekerja pak, jangan pecat saya pak, saya tau saya yang merencanakan untuk protes besok lusa pak, tapi saya ga tau kalo hukumannya saya harus dipecat pak”, Trini memohon sambil berlutut.
“Kamu Tau? Ini semua kebijakan yang sudah diperhitungkan dengan matang, karena ide kamu mau protes, jadi banyak desas desus lain yang mau protes juga selain kamu, saya ga mau pabrik ini sampe ditegur sama pemerintah, sampe masuk tipi, Cuma gara-gara orang kampung kayak kamu,ini pabrik kecil, banyak orang bergantung dari pabrik ini, ngerti kamu!!!, jadi jangan pernah kamu macem-macem, sekarang ambil uang mu”, Pak Bagas semakin marah
Dengan penuh kesedihan, trini meninggalkan pabrik dengan sedikit uang pesangon, dan dihari itu, tersebar berita dari mulut kemulut, bahwa siapapun yang berani melakukan protes sama kebijakan perusahaan, akan mengalami nasib yang sama seperti Trini.
Masih di hari yang sama, di lokasi yang berbeda, lokasi dimana Fadel menyekap Lidya….
“Fadel, jangan gila kamu!!!”, teriak Lidya.
“Aku sudah cukup gila selama ini, satu lagi kegilaan tidak apalah”, kata Fadel
“Okey, aku ga akan halangin kamu ikutan tender itu, aku bisa bilang sama bos aku kalo aku gagal, tapi jangan bunuh aku!!!”, teriak Lidya lagi.
“Tidak cuma satu atau dua kali kamu ingkar janji, Lidya, aku tau sifat iblis kayak kamu, kamu ga akan berhenti menggerogoti hidup orang”, kata Fadel
“Fadel, tolong, kalau aku mati kamu bisa dipenjara!!!”, teriak Lidya.

“Kalo kamu mati semua rahasiaku terkubur bersama kamu, dibawah satu nisan sama kamu, nisan bertuliskan, “di sini terkubur parasit brengsek berambut pirang”, atau “Pelacur murahan oportunis”, mana saja yang kamu suka”, kata Fadel
“Fadel, lepas!!!!”, teriak Lidya.
“Kamu ga punya keluarga, oiya aku lupa, kamu terbuat dari sekam, hahaha,………… jadi ga akan ada yang nyari kamu kalo kamu mati, ga akan ada polisi yang menyelidiki, ga akan ada yang peduli sama kamu”, kata Fadel
“Fadel,jangan bunuh aku, aku masih mau hiduuuup!!”, kata Lidya bertepatan dengan pisau yang menancap di jantungnya.
Darah segar langsung menggenangi lantai rumah Fadel yang sedang sepi, darah wanita cantik yang mati oleh mantan pasangan selingkuhnya.
“Hak hidup kamu akan terus menghalangi hak aku untuk menggapai mimpi-mimpiku, menjalani hidupku…….”, Fadel berbicara dengan tubuh tanpa nyawa Lidya.
.Lidya mati, kata terakhirnya yang dia ucapkan sebelum mati adalah “hidup”, jasadnya dikubur dihalaman belakang rumah Fadel.
……………………………….
Jakarta Selatan, Minggu pagi, 24 April 2011
Trini sudah seminggu bekerja di keluarga pasangan suami Istri Fadel dan Maurin, kehidupannya sudah lebih baik daripada bekerja rodi di pabrik keramik dengan segala resikonya, setidaknya dia tinggal di rumah besar dan bagus, walaupun itu membuat dia harus lelah membersihkan dan merapikannya setiap hari, dia juga mendapat makan enak hasil masakannya sehari tiga kali, memiliki majikan yang baik dan ramah, sangat berbeda kondisinya saat dia bekerja di Bekasi sebagai buruh pabrik, dan karena Fadel memenangkan Tender pembangunan Jalan toll Pantura, gaji Trini jadi lebih manusiawi dibanding gaji buruh pabrik rendahan.
Suasana santai di hari minggu dirumah tiba-tiba pecah saat bel rumah berbunyi, dan nampaknya si pembunyi bel sedang dalam mood yang tidak baik terdengar dari tempo irama bel nya yang tidak menyenangkan karena ditekan berulang ulang dengan cepat.
Dan sebagai reaksi atas bunyi bel itu, Trini membuka pintu besar polos tanpa ukiran itu, dan saat dibuka terlihatlah dua orang pria tinggi berseragam cokelat dengan sepatu laras menunggu untuk dibukakan pintu.
Setelah berdialog dengan kedua polisi diluar yang tidak mau dipersilahkan masuk, Trini langsung mendatangi Fadel dan Maurin yang sedang bersantai di halaman belakang rumah.
“Maaf pak, ada dua orang polisi menunggu diluar”, kata Trini
Langsung saat itu juga jantung Fadel berdetak kencang, dia seolah melihat Lidya yang dikubur dihadapannya bangkit dan tertawa, itu hanya bayangannya saja, ketakutannya akan masuk penjara akhirnya datang menghampirinya di depan rumahnya sendiri, dan semua kejahatan yang pernah dilakukannya terlintas di kepalanya, termasuk pembunuhan yang bulan lalu dia lakukan, tubuhnya lemas, tangannya gemetar, nafasnya hampir terhenti, namun itu hanya berlangsung beberapa saat, karena akhirnya dia berani menghadapi kedua polisi yang sedang menunggunya di luar
“Iya pak, ada yang bisa saya bantu?”, tanya fadel, dan maurin ada dibelakangnya
“Bapak suaminya ibu maurin ya? Kami kesini mau membawa ibu maurin ke kantor pak, ini surat perintah penahanannya”, kata seorang polisi sambil menyodorkan selembar amplop
Dengan penuh rasa penasaran Fadel membaca isi surat itu, yang intinya adalah perintah penangkapan atas Ibu Maurin Hawanta selaku hakim ketua atas putusan pengadilan tanggal 21 Februari 2011 atas kasus pemerkosaan yang dilakukan seorang anak pejabat kementrian, dimana ibu Maurin menerima suap sehingga vonis yang dijatuhkannya menjadi sangat ringan.
Entah apa perasaan Fadel saat itu, dia hanya merasa mungkin kedatangan kedua polisi ini selanjutnya adalah untuk menangkapnya, matanya kosong, pikirannya melayang sambil tangannya memegang tubuh istrinya yang lemas pingsan.
Ribuan Mil dari Jakarta, di kampung kelahiran Trini yang hijau dan damai, keluarga Trini telah mendapat uang ganti rugi atas tanah yang di lewati jalur toll dimana Fadel menjadi salah satu kontraktornya, dan keluarga Trini mempertimbangkan untuk menjemput Trini pulang untuk memulai hidup baru dengan uang itu dengan menggarap sawah di kampung.