30 Januari 2011

[cerpen] Hama

Ini adalah sebuah cerita yang terjadi di sebuah kota besar yang terletak di pinggir pantai di luar pulau jawa. Sebuah kota dimana anak muda menjadi semakin banyak karena program KB tidak berhasil dijalankan di kota ini, anak-anak kecil yang setiap hari dididik dengan baik itu kini sudah tumbuh dan menjadi pemuda pemudi yang penuh gairah dan semangat, sebagian menyalurkan gairah dan semangatnya itu dengan menjadi perantau di pulau jawa atau ke negeri seberang, dan tidak pernah kembali karena sudah merasa sangat nyaman, atau mungkin tidak memiliki uang untuk pulang kampung, sebagian lain menyalurkan gairah dan semangatnya untuk menjadi pemberontak.
Nama saya adalah Ganizan Radilo, saya memiliki hobi berenang, saya bisa berenang hingga ratusan meter tanpa henti, karena itu teman-teman menjuluki saya saya “Belut”, iya, saya pernah punya teman, banyak teman, begitu dekatnya kami sampai saya menganggap mereka adalah saudara saya di kehidupan sebelumnya. Kami membentuk sebuah komunitas, dengan ketertarikan yang sama akan jenis musik, dan kesamaan lainnya, dan sebagian dari kami adalah alumni dari sekolah yang sama, kami memutuskan untuk meresmikan komunitas kami dalam wujud sebuah organisasi dengan cara kami sendiri, kami menamainya, The Traveller, karena kami senang menyusuri jalanan terutama tempat-tempat baru yang belum pernah kami kunjungi dengan berkonvoi menggunakan sepeda motor. Sebenarnya kami hanya ingin berkumpul, bersatu, merasakan indahnya berbagi, dan kami ingin didengar, dianggap ada, dalam umur kami yang belum mencapai kepala dua, jiwa yang masih labil dan tidak banyak contoh yang bisa kami ambil untuk menjalani hidup, hanya teman-teman dan perkumpulan inilah yang membuat kami merasa lebih nyaman dan utuh sebagai remaja. Untuk semakin mempererat persaudaraan kami, dan sebagai identitas diri, kami memasang tato pada leher bagian kanan dengan simbol yang menurut kami mencerminkan filsafat berdirinya organisasi kami ini, yaitu gambar roda dengan nyala api. Anggota kami tidak terlalu banyak, hanya 27 orang, semuanya adalah remaja pria, ada yang berhasil menamatkan sekolahnya ada yang putus di tengah jalan, yang pasti kami selalu merasa terlalu keren untuk pergi ke sekolah, bagi kami sekolah hanya untuk anak-anak rumahan yang memimpikan masa depan indah seperti di sinetron, yang ingin menyenangkan orang tuanya, berbeda dengan idologi kami, bagi kami, masa depan masih jauh, apa yang ada sekarang harus kita hadapi sekarang, masa depan belum tentu ada untuk kami, dan untuk menyenangkan orang tua.. untuk apa? Sejak kapan orang tua kami pernah menyenangkan kami, sejak kapan mereka pernah mengerti kami, jika mereka tidak pernah memberi kami kesenangan, kenapa kami harus menyenangkan mereka? begitulah yang ada di pikiran kami saat itu, kami hanya ingin bersenang-senang, dengan cara kami sendiri. Walaupun orang menyebut kami nakal, dan tidak bisa diatur, namun satu prinsip bagi kami, kami tidak pernah melakukan kejahatan, sekecil apapun, jika kami butuh uang, kami akan meminta pada orang tua, atau bekerja, mengemis, mengamen, memperbaiki motor orang, apapun kami lakukan untuk mendapatkan uang, tanpa melakukan tindak kejahatan yang merugikan orang lain.
Selain kami, ada sebuah genk lagi yang juga terdiri dari sedikit pria muda, seumuran dengan kami, mereka menamai genk itu dengan nama “Evilution”, mungkin namanya terdengar seram, namun sifat mereka sama sekali tidak seseram namanya, saya kenal beberapa, karena sebagian dari mereka adalah teman SMP saya. Mereka sering melakukan kegiatan yang tidak jauh berbeda dengan yang kami lakukan di The Traveller, mengelilingi kota, mengunjungi tempat-tempat wisata, dan selalu memberikan tanda di tempat yang pernah kami kunjungi. Kami hidup damai dengan mereka, berdampingan, dan tidak pernah mempunyai masalah, bahkan ketika bertemu saya sering bersalaman dengan salah seorang dari mereka, sehingga saya dapat melihat dengan jelas tato mereka, digambar di punggung tangan, di bawah antara jempol dan telunjuk, tato bergambar segitiga dengan mata di tengahnya, mirip simbol “seeing all eyes” yang digunakan organisasi Illuminati, mungkin ini sesuai dengan SMK mereka, SMK Sungai Tiga, yang terletak di kelurahan Sungai Tiga, atau mungkin juga mereka terlalu bodoh dan hanya bisa memplagiat simbol illuminati, saya tidak tahu.
Kedua genk ini adalah potret bahwa tidak semua anak muda di kota kami ini memiliki ketertarikan untuk menjadi orang sukses dengan merantau keluar kota, kami adalah sismbol pemberontakan dari tuntutan orang tua yang selalu menuntut kami untuk menjalani kuliah di kota kami, padahal musuh besar kami adalah buku dan papan tulis. Genk-genk sejenis ini sudah berdiri sejak kami masih dalam satu sekolah, dan kami tidak ingin berpisah, dengan memutuskan untuk bekerja atau kuliah, artinya sebuah konsekuensi besar harus kami bayar, yaitu berpisah dengan saudara-saudara kami ini, kami belum siap untuk itu, mungkin suatu saat nanti, tapi bukan saat itu, saat itu kami masih labil, masih belum sadar akan pentingnya kehidupan, kami hanya ingin berkumpul dan bersenang-senang. Dan sekarang, saya cukup stabil untuk menceritakan kisah yang sangat menyedihkan dan mencoreng nama baik kota kami.
Suatu hari, tiga tahun yang lalu, salah seorang anggota genk saya, The Traveller, bernama Oger, memperkenalkan cewek barunya, ya, kami bukannya sekumpulan pria tanpa nafsu terhadap wanita, kami juga memacari wanita-wanita yang menurut kami cantik, walaupun seringnya tidak bertahan lama.
“Malika”, cewek cantik itu menyebutkan namanya.
Kemudian kami semua yang ada di ruangan itu bersalaman dan menyebutkan nama kami juga. Dia adalah mahasiswi yang sedang melakukan penelitian di kota kami selama lima bulan, kecantikannya benar-benar paripurna, di atas standar cewek-cewek di kota kami, rambutnya seperti bintang iklan shampo, kulitnya seperti bintang iklan pelembab wajah, wajahnya seperti finalis putri Indonesia, giginya rapi dan tubuhnya seperti boneka manequin yang tinggi dan ramping walaupun usianya diatas rata-rata usia kami, baju apapun yang dia pakai semakin menambah kecantikannya, sangat tidak serasi jika dia harus berpacaran dengan Oger. Begitu sayangnya Oger pada pacarnya sampai kami merasa dia begitu dimanfaatkan oleh wanita dari Jakarta ini.
Suatu hari saat saya sedang mengantarkan keluarga dari luar kota untuk mengunjungi sebuah tempat wisata, secara tidak sengaja saya mendapati Malika di situ sedang bersama seorang pria, sangat mesra, dan pria itu bukan Oger, karena saya sangat mengenal wajah Oger dengan baik, walaupun saya belum pernah merasakan punya pacar, saya tahu inilah yang disebut dengan istilah “selingkuh’, dan jika Oger mengetahui hal ini, dia akan sangat sakit hati, maka saya memutuskan untuk tidak memberitahukan apa yang saya dapati itu pada Oger, lagi pula hubungan mereka tetap akan putus saat Malika kembali ke Jakarta, sampai akhirnya Dani, selingkuhan Malika dengan bodohnya dan dengan bangganya mengunggah foto liburan berdua mereka ke Facebook, dan semua orang dapat melihat foto itu, termasuk adik perempuan Oger yang kebetulan adalah teman Dani di facebook, dan tanpa keraguan lagi, Oger pun tahu akan perselingkuhan itu, seharusnya hal ini merupakan konflik pribadi antara mereka, namun perseteruan antara Oger dan Dani yang memperebutkan Malika tidak akan menjadi permasalahan banyak orang, andai saja Dani bukanlah pimpinan dari genk “Evilution”. Dari sini, perseteruan antara kami menjadi semakin sengit, walaupun sebenarnya ini hanya salah satu sebab yang masih bisa diselesaikan, masih banyak sebab kami bermusuhan, selain masalah kecurangan bisnis, memperebutkan lahan parkir, dan sebab lain yang bahkan saya tidak tahu siapa yang memulai, perebutan Malika hanyalah sebuag trigger kecil, yang pasti kami menjadi dua organisasi berisi pria-pria muda yang penuh emosi dan gairah, berhadapan dalam kemarahan, selama berbulan bulan kami berseteru, dari permasalahan dua orang memperebutkan cinta, menjadi peperangan tak berujung teman-temannya yang ingin menunjukkan solidaritas dan ingin menjadi pahlawan bagi teman-temannya, ingin menunjukkan pada lawan siapa yang lebih kuat.
Pernah pada suatu malam, salah seorang anggota kami,Farlan, diserang oleh anggota genk “Evilution”, saya tidak tahu pasti apa permasalahannya, terkadang kelompok itu melakukan penyerangan hanya untuk bersenang-senang dan menunjukkan kalau kelompoknya lebih kuat dari kelompok kami, Farlan dikejar dan dia hanya sendiri, untuk melarikan diri dia masuk dan bersembunyi ke dalam sebuah toko kelontong, namun sial anggota kelompok “Evilution” melihat dia masuk ke toko kelontong itu, namun karena mereka tidak dapat menemukannya, mereka menghancurkan seluruh isi toko kelontong dan mencari sampai ke dalam gudang, ternyata Farlan berhasil kabur melalui pintu belakang toko, semua etalase barang dagangan toko kelontong telah dengan sukses diobrak abrik oleh genk “Evilution”, dan setelah melakukan tindakan impulsif itu, mereka kabur begitu saja dan meninggalkan toko kelontong dalam keadaan hancur dan beberapa kaca pecah, mereka marah pada pegawai toko kelontong karena dipikir menyembunyikan Farlan.
Tidak terima anggota kami diperlakukan seperti itu dan sempat dilukai, kami melakukan pembalasan dendam, tapi kami tidak ingin melakukan kejahatan yang dapat merugikan orang lain, maka kami merencakana untuk mencuri sepeda motor anggota “evilution” dan membakarnya, idenya begini, kami mengidentifikasi para anggota “evilution” terutama dari tato yang mereka gunakan, kemudian kami mengidentifikasi kendaraan yang mereka gunakan, dan kendaraan itu akan kami curi menggunakan kunci letter T. Rencana yang indah itupun akhirnya kami laksanakan dengan sangat hati-hati, saat target lengah dan memparkir kendaraannya sembarangan, kami dengan mudah mengambil motor mereka, kami mengumpulkannya pada suatu lokasi, lalu kami bakar motor-motor itu, dan kami foto, kami sisakan plat nomernya untuk kami foto juga, setelah dicetak dan dikirim sebagai surat kaleng, kami yakin mereka akan sangat kecewa dan kami sangat puas dapat menunjukkan bahwa kami lebih kuat. Namun sebuah masalah besar timbul, ternyata beberapa motor yang kami ambil adalah milik warga yang tidak bersalah, namun kami tidak mau ambil pusing, kami tidak mau memikirkan kesalahan itu, kami hanya tau cara bagaimana membuat hati kami senang. Dan masih banyak tindakan kejahatan yang dilakukan baik oleh pihak kami, maupun oleh musuh.
Warga mulai resah, karena kegiatan kami yang semula positif berubah menjadi vandalisme, pengrusakan, penganiayaan, tidak jarang kami menganiaya orang yang bukan anggota musuh kami, bahkan percobaan pembunuhan pernah kami lakukan, semakin warga merasa resah dan takut pada kami, kami semakin berani melakukan kejahatan, semua kami lakukan agar kelompok musuh kami tahu bahwa kami kuat, kami saling membalas tindakan kejahatan, dan semakin sering menjadi berita di koran setempat. Beberapa dari kami pernah tertangkap, namun kami dengan mudahnya dilepaskan kembali setelah menandatangani suatu surat yang bahkan kami tidak sempat membacanya.
Pihak kepolisian semakin kewalahan, karena seiring bertambahnya waktu, anggota kami semakin banyak, kejahatan yang kami lakukan juga semakin sering dan semakin meresahkan warga, kami jadi seperti penjahat kambuhan yang tidak kenal lelah, kami ingin berhenti, tapi itu hanya setelah musuh kami berhenti lebih dahulu dan meminta damai.
Beberapa kali kepolisian bekerja sama dengan organisasi massa atau pemerintah daerah untuk berusaha mendamaikan kami, berusaha untuk meredam aksi-aksi kejahatan yang kami lakukan, diantara saya dan teman-teman sudah sepakat untuk menghentikan permusuhan dan menahan diri untuk tidak melakukan kejahatan lagi, namun beberapa kali anggota kami yang lain, terutama yang masih baru dan mereka bahkan tidak tahu duduk permasalahannya justru yang membuat ulah dan masih ingin menunjukkan kekuatan mereka.
Hingga pada suatu periode dimana kami benar-benar sudah lelah dan bosan dengan perseteruan dan tindak kejahatan, ada seseorang yang melakukan pencurian dan perampokan, dan mereka menggunakan tato yang mirip dengan tato yang kelompok kami gunakan ada juga penjahat yang menggunakan tato mirip segitiga dengan mata di tengah yang melakukan kejahatan, mereka melakukan itu secara terorganisir dan frekuentif, sehingga warga kembali dibuat resah, polisi kembali mendapat pekerjaan.
“kalian sudah berjanji untuk tidak kembali ke jalan!!!”, bentak seorang pimpinan polisi saat masuk dengan mendobrak pintu markas kami, tanpa permisi.
Mereka tidak mau mendengarkan penjelasan kami, kami hanya ditangkapi dan disekap. Mereka sekali lagi memberi peringatan kepada kami.
“saya tidak mau lagi ada laporan kejahatan kalian!!!”, ucap polisi itu di kantor polisi.
Begitu kecewanya kami saat itu, kami yang tidak melakukan apapun harus menanggung kejahatan yang dilakukan oleh orang lain.
Hingga datanglah malam yang mengerikan itu…………..
Sebuah strategi lain dijalankan oleh pihak kepolisian, kami semua dikumpulkan dalam suatu tempat, begitu banyak makanan dan minuman disuguhkan kepada kami. Mereka mencoba melakukan pendekatan persuasif agar kami tidak melakukan kejahatan, walaupun sebenarnya kami sudah tidak lagi melakukan kejahatan apapun, namun undangan makan malam terdengar begitu menggoda untuk kami yang memang sangat menyukai makan. Semua anggota the traveller diundang, pimpinan kami diminta untuk mendata semua anggota dan semua harus datang pada acara jamuan makan malam yang diadakan pihak kepolisian itu, anggota kami sudah mulai berkurang, sebagian memilih untuk mendengarkan kata orang tuanya, dan sebagian merasa sudah bosan.
Di malam yang sama, semua anggota genk Evilution yang memang sudah semakin sedikit juga di undang untuk menghadiri jamuan makan malam, namun mungkin untuk menghindari terjadinya kekacauan karena perseteruan antara kedua genk, polisi tidak mengumpulkan kami ke dalam suatu lokasi.
Dua buah kapal berukuran sedang disiapkan polisi di dermaga, sesuai dengan berita yang kami terima sebelumnya, bahwa mereka akan membawa kami ke sebuah pulau dimana kami akan diajak untuk berdamai lagi, bagi kami pertemuan itu tidak begitu penting, kami hanya ingin menikmati kebersamaan dan berpetualan mengendarai kapal gratisan.
Beberapa dari kami nampak begitu excited, bahkan sempat saya lihat seorang anggota kami nampak pucat, sepertinya sedang mengalami kondisi badan yang tidak sehat, namun dia memaksakan diri untuk bergabung dalam pertemuan itu.
Semua peserta di haruskan memasuki kapal itu sesuai urutan, termasuk saya,setelah berada di dalam kapal, saya menyempatkan diri berkeliling kapal, suatu kejanggalan saya rasakan setelah beberapa lama mengamati sekeliling kapal.
Keanehan pertama adalah sekoci yang tidak dapat saya temukan, padahal benda itu penting, harus berjumlah banyak untuk melakukan evakuasi saat terjadi kecelakaan, dan harus ditepatkan di pinggir kapal agar memudahkan evakuasi, saya berpikir mungkin mereka menyimpannya di dalam, kalau benar begitu, mereka benar-benar bodoh. Keanehan yang kedua, para kru yang disewa anggota polisi itu semuanya menggunakan rompi pelampung, dan tidak satupun dari kami yang diberi rompi serupa, saya sempat berpikir mungkin mereka menyimpannya untuk dibagikan nanti pada kami. Keanehan ketiga adalah saat saya baru menyadari bahwa tidak satupun anggota polisi yang bergabung dalam kapal ini. Rasa penasaran saya semakin dalam, semakin banyak yang ingin saya ketahui, sampai akhirnya saya diam-diam masuk ke ruang para awak. Dalam ruang itu saya mendapati informasi yang sangat mengerikan. Ternyata mereka sudah melubangi kapal ini, dan hanya cukup beberapa langkah saja untuk menenggelamkan kapal ini, sepertinya mereka akan melakukannya saat kapal sudah berjalan ditengah lautan sebelum sampai di pulau yang akan kami tuju. Saya rasa mereka juga melakukan hal yang sama pada kapal satu lagi yang ditumpangi genk Evilution. Ya Tuhan, apa yang sedang mereka rencanakan….?
Saat saya menyadari semua keanehan itu, jangkar ternyata sudah diangkat dan kapal sudah berlayar. Saya yakin di dalam kapal teman-teman saya sedang berpesta dengan minuman dan makanan yang disediakan panitia, beberapa memainkan gitarnya dan bernyanyi nyayi. Namun sayang saya tidak dapat melihat langsung keadaan yang sebenarnya terjadi di ruang penumpang, saya masih berada di dalam ruangan para awak, ternyata benar, mereka menyimpan sekoci hanya untuk evakuasi para awak.
Berada di ruang para awak ternyata membuat posisi saya tidak aman, mereka mengenali saya dan mengejar untuk menangkap saya, sampai akhirnya saya terpojok, dan terjatuh ke dalam air, saat itu kapal belum jauh meninggalkan daratan, sehingga masih memungkinkan untuk berenang dan kembali ke daratan, walaupun sesampainya di darat saya ditemukan warga dalam keadaan pingsan.
Hari itu juga, dimana saya tersadar dari pingsan semalam, berita mengejutkan tersebar, yang sebenarnya tidak begitu mengejutkan buat saya, sebuah berita yang menyebutkan bahwa dua kapal penuh berisi penumpang yang diduga anak-anak muda anggota dua genk paling berbahaya di kota tenggelam di lautan saat akan menuju sebuah pulau wisata semalam. Tangis saya langsung pecah, hanya dalam semalam, saya kehilangan hidup saya, kehilangan orang-orang yang paling saya sayangi dalam hidup, dan lebih sedih lagi saat menyadari bahwa saya tidak dapat menolong mereka, karena sebenarnya saya masih memiliki kesempatan untuk mengajak mereka semua berennag ke darat sebelum kapal jauh berlayar, saya hanya terlalu egois dan takut, saya hanya ingin menyelamatkan diri saya sendiri.
Sedih mengingat peristiwa mengerikan itu, dapat dibayangkan betapa ratusan manusia harus tenggelam di laut yang airnya begitu dingin hingga menusuk tulang, menyebabkan hipothermia akut, air laut yang asin memenuhi paru-paru mereka hingga tidak menyisakan ruang bagi oksigen, tidak dapat bernafas, semua aliran darah berhenti, dan akhirnya mati dalam kesakitan dan penderitaan.
Kenapa para penegak keadilan itu bisa mengambil langkah begitu instan untuk menyingkirkan kami anak-anak nakal yang sebenarnya dengan sedikit lagi pendekatan manusiawi, kami bisa saja berubah, kenapa mereka bisa begitu tega membasmi kami seperti hama dengan cara ini, tidak kenal ampun.
Ternyata selain karena mereka sudah lelah dan putus asa, juga ada motif ekonomi di baliknya, pihak asuransi bersedia memberikan premi ratusan juta atas kerusakan kapal dan tidak akan melakukan insvestigasi atas kerusakan kapal itu, semua warga yang mengetahui peristiwa itu, termasuk saya yang ingin bersaksi, selalu dihalang-halangi, warga dilarang mempertanyakan mengenai kecelakaan itu, semua media dibungkam, ancamannya adalah nyawa bagi siapapun yang berani memberitakan kecelakaan itu.
Kami bukan hama, kami manusia yang salah dalam mencari jati diri, tapi kami bukan hama.
Di otak atau di hati bagian mana mereka menyimpan definisi hak asasi manusia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar