30 Januari 2011

[cerpen] Kisah Trini

Jakarta Selatan, 21 Februari 2011,10.45
Pintu besar dengan ukiran floral itupun akhirnya terbuka oleh dua orang pria tinggi berseragam cokelat dengan sepatu laras, puluhan orang dengan mikrofon dan kamera yang telah lama menunggu pasti ingin berterima kasih atas tindakan kedua petugas itu karena telah mengakhiri penantian mereka, tentu saja, siapa orang didunia ini yang suka menunggu, namun tepatnya bukan terbukanya pintu itu yang mereka tunggu, yang mulia hakim ketua Maurin Harwanta MH, itulah yang mereka tunggu untuk keluar dari gedung pengadilan itu.
Para pencari berita dan keluarga korban sudah menyangka bahwa ibu hakim ketua tidak mungkin lewat pintu depan, dan mereka sangat sebal saat menyadari bahwa persangkaan mereka adalah benar, kekesalan mereka terledakkan dalam kata-kata kotor, cacian, lemparan,vandalisme, asap dimana-mana, suara peluru menggelegar puluhan orang berteriak teriak, mengangis, memukul mukul aset negara yang dibeli dengan uang pajak, salah satu sebabnya karena ibu Maurin ternyata lewat pintu lain, seperti yang dilakukan hakim hakim lain yang baru saja membuat keputusan kontroversial di pengadilan.
Di hari yang sama di wilayah lain di pulau jawa, jauh dari hingar bingar dan kekusutan kota metropolitan, tempat dimana semua nampak hijau penuh oksigen dan damai, tidak ada keributan, sangat sedikit asap kendaraan, dan kejujuran masih menjadi dominasi sifat penduduknya.
“Ndak papa, bu”, Ucap Trini pada ibunya, menenangkan
Trini sedang berpamitan pada keluarganya untuk pergi merantau, seorang temannya yang sudah sukses menjadi seorang buruh pabrik di kawasan cikarang berhasil meyakinkannya bahwa urbanisasi adalah solusi nyata dari masalah hidupnya dan keluarganya.
Setelah melalui semua sesi tangis dan dialog perpisahan, akhirnya Ibunda Trini melepas putri ke tiga nya dengan rela untuk mencari pekerjaan di kota dengan bekal dan tekad yang dirasa cukup.
Masih dihari yang sama di sore harinya, seperti biasa, Maurin sampai kerumah dan mendapati suaminya sudah lebih dulu sampai dirumah.
“Seharusnya tidak pernah diciptakan istilah kebebasan pers, aku benci wartawan” ucap Maurin dengan nada marah dan lelah
“Kenapa sih ma, pulang-pulang kok marah?” itu adalah tanya dari Fadel, suami ibu Maurin, seorang pengusaha konstruksi
“Ga papa pa, Cuma kesel aja, eh papa udah makan?”, Tanya Maurin.
Dan obrolan ringanpun terjadi di meja makan, sebagaimana pasangan suami istri lain saat pulang kerja.
“Mah, si Pitah tadi pagi minta pulang”, kata Fadel.
“Hah? Kok ga bilang sama aku dulu?”, maurin menjawab dengan terperanjat.
“Dia udah ga betah katanya, gaji ama pesangonnya udah aku kasih”, kata fadel
“Trus gimana nih ntar siapa yang ngerjain kerjaan rumah?”, tanya maurin panik
“Ya sementara biar mbak sum aja, si adek kan masih bisa di tinggal ga harus dijagain terus”, kata Fadel menenangkan
“Tapi kan kasian juga pah, kerjaan baby sitter kan juga capek”, kata Maurin
“Iyaa..papa tau, nanti kita cari pembantu lagi”, kata Fadel
………………..
Bekasi, 22 Februari 2011, pukul 13.28
Terdengar ringtone monophonic dari sebuah handphone yang hanya pemegang handphone itu saja yang dapat mendengarnya akibat bisingnya suara yang memenuhi suasana stasiun bekasi.
“Halo, Lis, dimana kamu?”, kalimat yang diucapkan Trini pada orang diseberang telpon genggam itu.
“Halo tri, aku di mushola, kamu kesini aja”, jawab sulis, teman trini yang sangat dia percaya
“Iya iya, aku kesitu sekarang ya, aku tanya dulu ama pak petugas dimana musholanya, tunggu ya”, jawab Trini
Beberapa saat kemudian..
“Suliiiiiis!!!!”, Teriak Trini
“Triniiiiiiiii!!!, ya ampun, kamu tambah gemuk”, kata Sulis
“Ah masa sih, aku nih padahal puasa terus lho!”, kata Trini
“Ah,tambah gendut kok”, kata sulis
“Dibilangin aku ini tambah kurus tauuu, jangan ngeyel deh, jangan sampe persahabatan kita hancur karena debat masalah berat badanku ya,hahhaa”, Trini bercanda
“Iya iya..kamu langsing kok, jalan yok”, ajak Sulis
“Ayok”, kata Trini
Mereka pun pergi meninggalkan stasiun,
“Perasaan kamu deh yang tambah gendut”, ucap Trini sambil jalan
“Hadeeuuuuh, udah deeeh”, jawab Sulis capek
………………….
Jakarta barat, 21 Februari 2011, 15.00
“Bulan depan, akan diadakan pendaftaran lelang atas pembangunan jalan toll lintas jateng jatim yang menghubungkan semarang dengan surabaya, persiapan dengan mengerahkan semaksimal mungkin sumberdaya yang dimiliki oleh entitas ini saya harap segera dilaksanakan…okeeee, sekian dulu rapat kita kali ini, silakan lanjutkan pekerjaan kalian” demikian pidato penutup dari Fadel di rapat kecil di ruangannya di gedung tempat kantornya beroperasi.
“Pak, ada tamu namanya Lidya, orangnya cantik, katanya teman kuliah bapak”, kata Minul, sekretaris Fadel
Berfikir sejenak, “oke, bawa dia masuk”, jawab fadel
“Baik pak”, jawab Minul.
Tanpa menunggu lama, Lidya pun masuk ke ruangan CEO PT. Constrium itu, sebagai gambaran, Lidya memiliki tampilan sophisticated, simpel, namun elegan, stilleto jimmi cho membalut kaki putihnya, scraf prada melilit di lehernya menutupi blazer mini coco channel, semua nampak pas di tubuhnya.
“Apa kabar,beib?”, Lidya menyapa dengan gaya sensualnya
“Mau apa lagi lo?”, jawab Fadel dengan gaya pertahanan
“Kamu ga berubah ya, selalu to the point…”, kata Lidya
“Cepat Bilang mau apa lo, gue ada meeting bentar lagi”, kata Fadel Kesal
“Oke oke, kalo kamu ga punya banyak waktu buat aku lagi, aku bisa aja sebar rahasia kita”, kata Lidya
“Denger ya Lidya Pratita, gue udah capek ama anceman lo,gue bisa aja bunuh lo sebelum lo sempet cium aroma parfum St. Yves Laurent keluaran terbaru”, kata Fadel
“Ow, look who’s talking, kayaknya bukan aku ya disini yang mengancam, …..Fadel, denger ya, kamu sedang tidak di posisi yang tepat untuk mengancam, mungkin bisa saja kamu mengancam, tapi bukan aku yang bisa kamu ancam”, kata Lidya
“Jadi mau lo apa? cepet ngomong, gw bisa aja kalap!! dan gw harap lo ga lupa kalo kita lagi di lantai 38 sekarang, dan ga susah buat gw ngangkat cewek anoreksia kayak lo, kecuali emang lo mau mati karena jatoh dari strata title”, Kata Fadel
“Jangan ikut tender ini, itu mau aku”, kata Lidya
“Lupakan”, kata Fadel
“Aku serius, Fad”, kata Lidya
“Ato apa?”, tanya Fadel
“Atau akibatnya akan sangat buruk sekali”, jawab Lidya
“Gue pikir kita dulu udah sepakat, lo udah dapet apartemen yang lo mau, mobil, uang, semua udah selesai, lo keep rahasia kita, lo dapet yang lo mau, gw hidup tenang ama keluarga gue, udah that’s it, that’s the contract”, ungkap Fadel
“Bener, but I lie, orang bisa aja ingkar, Fadelku sayang, jangan plos-polos banget lah jadi orang…..sekarang aku mau satu hal lagi yang aku mau kamu lakukan buat aku, hentikan niat kamu buat ikut tender ini, ato rahasia ini, aku bongkar, inget, semua kecurangan dan kelicikan kamu, bahkan aborsi anak kita…. aku kartu As mu”, kata Lidya
“Keluar lo….”, perintah Fadel pada Lidya sambil menunjuk pintu tanpa melihat ke arah Lidya, dia sudah muak dengan muka canti itu.
“Oke, aku tau kamu ga punya banyak waktu buat bicara sama aku sekarang, aku juga ga punya banyak waktu buat menyimpan semua sendiri”, kata Lidya sambil meninggalkan Fadel
………….
Bekasi, 25 Februari 2011, pukul 08.00
“Suliiiiiiiis….aku diterimaaaaaaaaaaaa”, teriak Trini pada sulis gembira
“Selamat yaaa, inget nazar kamu yaa, kamu mau masak buat temen sekosan kalo diterima”, kata Sulis
“Iya tenang aja nanti gaji pertamaku pake buat masakin anak-anak kosan deh, tapii, aku masih boleh kan numpang dikosan sini lis?”, kata Trini
“Kecuali kamu bisa ngasih alasan kenapa kamu ga boleh numpang disini ya boleh aja trin, kamu kan udah aku anggap kayak ari-ari ku yang dikubur dulu, kita tak terpisahkan, hahaha”kata Sulis
“Yee, enak aja, tapi makasih banyak yaa, eh aku hari senin mulai masuk kerja, aku di bagian pengemasan”, kata Trini
“Wah, sama donk sama aku, nanti kita berangkatnya bareng aja, baik banget ya pabrik ini, baru nglamar 3 hari yang lalu, langsung diterima”, Kata sulis
“Iya, sepertinya manajer HRD nya terpesona akan kecantikanku, hahahaha”, kata Trini
“dasar kamu ndak berubah, ya udah biar tambah cantik dan mempesona pegawai lain di pabrik, kita sekarang beli lipstik yuk”, kata Sulis
“Umm…”, Trini berpikir
“Tenang aja, aku yang traktir”, kata Sulis
“Hallah, kamu ini lho, buruh aja pake nraktir-nraktir beli lipstik”, kata Trini
“Ya, yang ditraktir buruh juga ini, paling dikasih lipstik yang lima rebuan juga diem”, kata Sulis
“Iya yaa, eh bentar-bentar, ngapain kita beli lipstik, kan kerjanya pake penutup mulut juga”, kata Trini
……………
Jakarta Selatan, 28 Februari 2011, pukul 09.32
Fadel masih memikirkan kata-kata Lidya atas ancaman dari wanita itu, semua teknik perhitungan mitigasi risiko dia gunakan untuk mempertimbangkan apakah akan terus maju mengikuti tender besar penyelesaian jalan toll sepanjang pantai utara dengan konsekuensi semua rahasia pribadinya termasuk kecurangan yang dia lakukan pada masa lalu akan terbongkar, atau dia mundur dan memilih untuk berkonsentrasi pada proyek lain dan mengubur semua ancaman Lidya.
Dari sebuah sumber dia mendapat informasi bahwa saat ini Lidya bekerja di perusahaan konstruksi juga yang ternyata akan mengikuti tender ini, PT. Edifice, dengan kata lain, Lidya sekarang berada di pihak pesaing dari Fadel, dan dia menjanjikan dapat berhasil menghalangi langkah PT. Constrium sebagai pesaing utama PT. Edifice dengan imbalan yang besar tentunya.
Semua pikiran negatif melintas di kepala pria 45 tahun ini, tidak pernah terpikir olehnya bahwa di puncak karirnya di umur cemerlangnya, masa depannya harus terus terhalang oleh ulahnya di masa lalu, dan semua karena reselting celananya di masa muda yang tidak dapat dia kendalikan, perselingkuhan nampak begitu indah di kala itu, namun tidak dia sangka, wanita selingkuhan yang dia percaya dapat menjadi kerikil tajam di perjalanan kehidupannya.
“Sampai kapan dia akan terus menghalangi aku?? Apakah ini hanya awal? Apakah semua proyek besar akan terus dihalangi oleh wanita tak bermoral itu?”, pikir Fadel
Pernah terpikir untuk membunuh Lidya bila ada kesempatan, namun pasti semua akan lebih menjadi buruk.
Kita tinggalkan sejenak Fadel dengan kebimbangannya menghadapi kehancuran perusahaannya yang akan selalu mendapat ancaman.
Ratusan mil dari gedung megah sewaan tempat Fadel bekerja, Trini sedang menjalani pekerjaan barunya sebagai seorang buruh pabrik keramik. Apakah dia menikmatinya? Sepanjang ini dia masih merasakan nikmatnya bekerja, ini lebih baik daripada menjadi petani di kampungnya, itu yang ada di pikirannya, walaupun harus bekerja 12 jam sehari, upah hanya sebesar UMR tanpa ada tunjangan apapun, tidak ada cuti hamil, buruh yang sedang menstruasi tetap menjalani jam kerja yang sama dengan yang tidak menstruasi dan banyak lagi penderitaan buruh di sini, belum lagi sistem kontrak yang hanya 3 bulan, setiap 3 bulan para buruh kuatir akan nasibnya.
Sore hari dihari yang sama, para buruh dikumpulkan dan dipimpin oleh masing-masing mandor, pihak manajemen akan mengumumkan suatu pengumuman penting.
“Mulai 10 maret 2011, perusahaan akan dikelola oleh manajemen baru, untuk alasan efisiensi, perusahaan akan melakukan penghematan tenaga kerja, dalam waktu satu minggu perusahaan akan merumahkan setidaknya 12% buruh dan akan diberikan uang pesangon sesuai kebijakan, jam kerja akan ditambah menjadi 14 jam, gaji akan naik 15%, keputusan ini adalah sebuah ketetapan dan jika ada perubahan akan diberitahukan berikutnya”
Sebuah pengumuman yang langsung mengundang keriuhan pada buruh, kegelisahan pada buruh yang sebagian besar wanita itu pun mulai membesar.
“Ga bisa pak, saya ga terima”, teriak Trini pada mandor yang membacakan pengumuman singkat namun menusuk itu.
“Ini namanya sewenang wenang”, teriak seorang buruh lainnya
“Kalo ga terima sana ngomong sendiri ke bos”, jawab Mandor
Jangankan untuk membicarakan masalah kebijakan pada atasan, bahkan hampir semua buruh pabrik tidak pernah bisa bertemu dengan para eksekutif perusahaan hanya untuk sekedar mengucapkan selamat pagi.
………………
Bekasi, minggu, 6 maret 2011
Desas desus untuk melakukan aksi demonstrasi pun muncul dikalangan para buruh, namun tidak ada yang berani untuk memulai mengumpulkan para buruh, tidak bagi Trini, dia dengan percaya diri sebagai pendatang baru, berani mengumpulkan sebagian teman-temannya di hari minggu di kos-kosan sulis yang memang luas.
“Teman-teman, kita harus protes, mereka ga bisa mecat kita begitu aja, memperlakukan kita kayak di negara tak punya aturan, kita harus protes, nanti hari selasa ato rabu kita mogok kerja aja, kita demonstrasi kayak di tipi-tipi, masalah ijin nanti aku yang urus ke kantor polisi, kita ajak teman-teman yang lain, kita ga boleh diem”, teriak Trini
Dan semua orasi Trini yang panjang dan membakar semangat teman-temannya berakhir, disepakatilah hari rabu mereka akan melakukan demonstrasi.
…………..
Jakarta Barat, 7 Maret 2011, Pukul 11.05
“Halo, Lidya?”, Fadel menelpon Lidya
“Iya Fad, akhirnya kamu nelpon aku juga, aku pikir kamu sudah lupa kalo di dunia ada teknologi komunikasi”, jawab Lidya
“Jangan banyak omong kamu, aku tunggu satu jam lagi Mall Taman Anggrek, nanti aku hubungi lagi kita harus kemana, pake mobilku”, kata Fadel
Saat jam makan siang, Fadel menemui Lidya dan berdua mereka menuju tempat dimana hanya mereka berdua dan Tuhan, yang tau apa yang akan dibicarakan dalam pertemuan itu.
Sementara itu, disaat yang sama, dimana Fadel mencoba bernegosiasi dengan Lidya, Trini pun juga diajak bernegosiasi oleh manajer produksi di pabriknya, Pak Bagas.
“Trini Irawati”, kata Pak Bagas
“Iya pak, saya”, kata Tini
“Silakan duduk, …..saya kagum sama kamu”, kata Pak Bagas
“Umm…”, kata Trini
“Kamu berani, tangguh, punya jiwa pemimpin, kamu bisa jadi orang sukses kalo terus seperti itu”, kata Pak Bagas.
“Maksud bapak apa ya?”, tanya Trini
“Maksud saya, semua orang yang sukses punya jiwa seperti kamu, tangguh, berani, bisa memimpin, suatu saat kamu bisa sukses dengan sikap itu, tapi ditempat lain, tidak disini, disini saya membutuhkan orang yang mau bekerja, mau menuruti perintah, itu saja, tangguh dan berani saja tidak cukup untuk menjadi sukses, kamu juga harus penuh perhitungan, kamu tidak memperhitungkan siapa yang mau kamu lawan saat ini”, kata Pak Bagas.
“Saya masih tidak mengerti pak”, kata Trini
“Begini, kamu saya pecat”, kata Pak Bagas
“Tapi, pak!!!!”, teriak Trini sambil menangis
“Saya masih kasian sama kamu, ambil uang pesangon kamu sama Susi di lantai dua”, kata pak Bagas.
Trini menangis
“Tolong pak, saya masih mau bekerja pak, jangan pecat saya pak, saya tau saya yang merencanakan untuk protes besok lusa pak, tapi saya ga tau kalo hukumannya saya harus dipecat pak”, Trini memohon sambil berlutut.
“Kamu Tau? Ini semua kebijakan yang sudah diperhitungkan dengan matang, karena ide kamu mau protes, jadi banyak desas desus lain yang mau protes juga selain kamu, saya ga mau pabrik ini sampe ditegur sama pemerintah, sampe masuk tipi, Cuma gara-gara orang kampung kayak kamu,ini pabrik kecil, banyak orang bergantung dari pabrik ini, ngerti kamu!!!, jadi jangan pernah kamu macem-macem, sekarang ambil uang mu”, Pak Bagas semakin marah
Dengan penuh kesedihan, trini meninggalkan pabrik dengan sedikit uang pesangon, dan dihari itu, tersebar berita dari mulut kemulut, bahwa siapapun yang berani melakukan protes sama kebijakan perusahaan, akan mengalami nasib yang sama seperti Trini.
Masih di hari yang sama, di lokasi yang berbeda, lokasi dimana Fadel menyekap Lidya….
“Fadel, jangan gila kamu!!!”, teriak Lidya.
“Aku sudah cukup gila selama ini, satu lagi kegilaan tidak apalah”, kata Fadel
“Okey, aku ga akan halangin kamu ikutan tender itu, aku bisa bilang sama bos aku kalo aku gagal, tapi jangan bunuh aku!!!”, teriak Lidya lagi.
“Tidak cuma satu atau dua kali kamu ingkar janji, Lidya, aku tau sifat iblis kayak kamu, kamu ga akan berhenti menggerogoti hidup orang”, kata Fadel
“Fadel, tolong, kalau aku mati kamu bisa dipenjara!!!”, teriak Lidya.

“Kalo kamu mati semua rahasiaku terkubur bersama kamu, dibawah satu nisan sama kamu, nisan bertuliskan, “di sini terkubur parasit brengsek berambut pirang”, atau “Pelacur murahan oportunis”, mana saja yang kamu suka”, kata Fadel
“Fadel, lepas!!!!”, teriak Lidya.
“Kamu ga punya keluarga, oiya aku lupa, kamu terbuat dari sekam, hahaha,………… jadi ga akan ada yang nyari kamu kalo kamu mati, ga akan ada polisi yang menyelidiki, ga akan ada yang peduli sama kamu”, kata Fadel
“Fadel,jangan bunuh aku, aku masih mau hiduuuup!!”, kata Lidya bertepatan dengan pisau yang menancap di jantungnya.
Darah segar langsung menggenangi lantai rumah Fadel yang sedang sepi, darah wanita cantik yang mati oleh mantan pasangan selingkuhnya.
“Hak hidup kamu akan terus menghalangi hak aku untuk menggapai mimpi-mimpiku, menjalani hidupku…….”, Fadel berbicara dengan tubuh tanpa nyawa Lidya.
.Lidya mati, kata terakhirnya yang dia ucapkan sebelum mati adalah “hidup”, jasadnya dikubur dihalaman belakang rumah Fadel.
……………………………….
Jakarta Selatan, Minggu pagi, 24 April 2011
Trini sudah seminggu bekerja di keluarga pasangan suami Istri Fadel dan Maurin, kehidupannya sudah lebih baik daripada bekerja rodi di pabrik keramik dengan segala resikonya, setidaknya dia tinggal di rumah besar dan bagus, walaupun itu membuat dia harus lelah membersihkan dan merapikannya setiap hari, dia juga mendapat makan enak hasil masakannya sehari tiga kali, memiliki majikan yang baik dan ramah, sangat berbeda kondisinya saat dia bekerja di Bekasi sebagai buruh pabrik, dan karena Fadel memenangkan Tender pembangunan Jalan toll Pantura, gaji Trini jadi lebih manusiawi dibanding gaji buruh pabrik rendahan.
Suasana santai di hari minggu dirumah tiba-tiba pecah saat bel rumah berbunyi, dan nampaknya si pembunyi bel sedang dalam mood yang tidak baik terdengar dari tempo irama bel nya yang tidak menyenangkan karena ditekan berulang ulang dengan cepat.
Dan sebagai reaksi atas bunyi bel itu, Trini membuka pintu besar polos tanpa ukiran itu, dan saat dibuka terlihatlah dua orang pria tinggi berseragam cokelat dengan sepatu laras menunggu untuk dibukakan pintu.
Setelah berdialog dengan kedua polisi diluar yang tidak mau dipersilahkan masuk, Trini langsung mendatangi Fadel dan Maurin yang sedang bersantai di halaman belakang rumah.
“Maaf pak, ada dua orang polisi menunggu diluar”, kata Trini
Langsung saat itu juga jantung Fadel berdetak kencang, dia seolah melihat Lidya yang dikubur dihadapannya bangkit dan tertawa, itu hanya bayangannya saja, ketakutannya akan masuk penjara akhirnya datang menghampirinya di depan rumahnya sendiri, dan semua kejahatan yang pernah dilakukannya terlintas di kepalanya, termasuk pembunuhan yang bulan lalu dia lakukan, tubuhnya lemas, tangannya gemetar, nafasnya hampir terhenti, namun itu hanya berlangsung beberapa saat, karena akhirnya dia berani menghadapi kedua polisi yang sedang menunggunya di luar
“Iya pak, ada yang bisa saya bantu?”, tanya fadel, dan maurin ada dibelakangnya
“Bapak suaminya ibu maurin ya? Kami kesini mau membawa ibu maurin ke kantor pak, ini surat perintah penahanannya”, kata seorang polisi sambil menyodorkan selembar amplop
Dengan penuh rasa penasaran Fadel membaca isi surat itu, yang intinya adalah perintah penangkapan atas Ibu Maurin Hawanta selaku hakim ketua atas putusan pengadilan tanggal 21 Februari 2011 atas kasus pemerkosaan yang dilakukan seorang anak pejabat kementrian, dimana ibu Maurin menerima suap sehingga vonis yang dijatuhkannya menjadi sangat ringan.
Entah apa perasaan Fadel saat itu, dia hanya merasa mungkin kedatangan kedua polisi ini selanjutnya adalah untuk menangkapnya, matanya kosong, pikirannya melayang sambil tangannya memegang tubuh istrinya yang lemas pingsan.
Ribuan Mil dari Jakarta, di kampung kelahiran Trini yang hijau dan damai, keluarga Trini telah mendapat uang ganti rugi atas tanah yang di lewati jalur toll dimana Fadel menjadi salah satu kontraktornya, dan keluarga Trini mempertimbangkan untuk menjemput Trini pulang untuk memulai hidup baru dengan uang itu dengan menggarap sawah di kampung.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar